1 MARET : HARI PERINGATAN SERANGAN UMUM DI YOGYAKARTA
Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat berdasarkan instruksi dari Panglima Divisi III, Kol. Bambang Sugeng,[butuh rujukan] untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI - berarti juga Republik Indonesia - masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. Soeharto pada waktu itu sebagai komandan brigade X/Wehrkreis III turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta.
Hari ini 71 tahun lalu, tepatnya 1 Maret 1949, berlangsung serangan serentak besar-besaran di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Saat itu, Yogyakarta menjadi ibu kota Indonesia. Perpindahan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta diikuti oleh serangan dari Belanda Sekutu untuk menguasai Belanda. Peristiwa ini dikenal dengan Agresi Militer II Belanda. Merespons serangan ini, militer Indonesia menunjukkan perlawanan di bawah komando Jenderal Soedirman. Melalui serangan umum 1 Maret 1949, rakyat Indonesia ingin kembali menguasai ibu kora dan menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia masih eksis. Sirene keras berbunyi di segala penjuru kota pada pagi itu dan serangan mulai dilancarkan. Baca juga: Peringati Serangan Umum 1 Maret, Monumen Jogja Kembali Pasang 1.500 Bambu Runcing Dalam penyerangan itu, Letkol Soeharto sebagai Komandan Brigade 10/Wehrkreise III langsung memimpin pasukan ke sektor barat sampai ke batas Malioboro. Sementara, sektor timur dipimpin oleh Venjte Sumual, sektor selatan dan timur dipimpin Mayor Sardjono, dan sektor utara oleh Mayor Kusno. Wilayah kota dipimpin oleh Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki. Akhirnya, pasukan militer Indonesia dan masyarakat yang turut bertempur berhasil menduduki Yogyakarta selama enam jam. Tepat pukul 12.00 WIB, mereka mundur ke front masing-masing. Mendapat pengakuan Serangan Umum 1 Maret merupakan wujud kegelisahan rakyat Indonesia dan militer atas apa yang dilakukan oleh Belanda dan Sekutu. Mereka tak suka dengan sikap dari Belanda yang semena-mena dan mencoba masuk ke Indonesia. Padahal, sebelumnya telah dilakukan sejumlah kesepakatan. Dilansir dari Harian Kompas yang terbit pada 21 Februari 1989, sebenarnya pihak militer tak senang dengan kedatangan Belanda ke Yogyakarta. Sejak awal tahun 1949, segenap jajaran militer TNI sudah siap siaga melakukan penyerangan dan penjagaan terhadap pos-pos terpenting di Yogyakarta. Ketika itu, Yogyakarta berada di bawah pimpinan Kolonel Van Langen yang bermarkas di Hotel Tugu. Pasukan ini juga terdiri dri batalyon dan diperkuat satuan-satuan KNIL. Letkol Soeharto sebagai Komandan Brigade X memikirkan rencana untuk melakukan serangan balasan terhadap tentara Belanda. Dia juga membagi kelompoknya dalam tujuh Sub Wehrkreise yang berada pada masing-masing tempat. Setelah sepakat dengan Jenderal Soedirman dan Kolonel Bambang Sugeng, akhirnya misi penyerangan dilakukan. Serangan berdampak luas sehingga cepat diketahui dunia. Inilah salah satu tujuan serangan tersebut. Keberhasilan serangan ini segera disiarkan ke radio-radio di dunia dan didengarkan ke forum PBB di New York. Hasilnya, serangan umum 1 Maret ini sekaligus memperkuat posisi tawar Indonesia dalam perundingan di Dewan Keamanan PBB. Selain mendapatkan pengakuan PBB, keberhasilan ini membuktikan bahwa kekuatan militer Indonesia masih ada. Walau tak secara langsung, serangan ini memberikan dampak pada penyerahan kedaulatan RI pada 27 Desember 1949. Untuk menghargai jasa pahlawan yang gugur dalam peperagan tersebut, maka dibangunlah Monumen Seranga Umum yang kini berada di pelataran Benteng Vredeburg Yogyakarta.